Bismillahirrohmanirrohiim,
Ukhti
muslimah, Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam memang tidak
mewajibkan kita kaum muslimah untuk melaksanakan shalat berjamaah di
masjid acapkali adzan shalat fardhu berkumandang, tidak halnya dengan
seorang lelaki yang diwajibkan untuk memenuhi seruan adzan. Bahkan dalam
hadits dibawah nanti kita sebagai muslimah dapat melihat bahwasanya
shalat dirumah lebih memiliki keutamaan bagi para wanita.
Namun
bagi para wanita yang ingin melaksanakan shalat berjamaah pun
diperbolehkan asalkan tidak menimbulkan fitnah diantara kaum pria dan di
lingkungannya. Dan itulah yang dahulu dilakukan oleh para shahabiyah
‘alayhim jami’an. Sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits Aisyah
radliyallahu ‘anha mengabarkan : “Mereka wanita-wanita Mukminah
menghadiri shalat shubuh bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam dalam keadaan berselimut dengan kain-kain mereka. Kemudian para
wanita itu kembali ke rumah-rumah mereka hingga mereka (selesai)
menunaikan shalat tanpa ada seorangpun yang mengenali mereka karena
masih gelap.” (HR. Bukhari 578).
Tidak
diperbolehkan bagi muslimah untuk shalat berjamaah sedangkan padanya
terdapat fitnah semacam berpakaian yang dapat memancing ghibah baik para
pria ataupun diantara sesama wanita. Sebab acapkali muslimah yang
mengikuti shalat berjamaah karena sedikitnya ilmu diantara mereka,
berpakaian belum tertutup dengan rapi, terlebih lagi menggunakan
wewangian apapun macamnya. Padahal Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa
sallam bersabda dalam hadits yang disampaikan oleh Abu Hurairah yakni: “Setiap wanita yang memakai wangi-wangian, maka jangan hadir shalat Isya’ bersama kami.” (HR. Muslim I No 328). Dan dalam riwayat yang lain dikatakan pula: “Janganlah
kalian menghalangi hamba-hamba Allah yang perempuan untuk (pergi ke)
masjid-masjid Allah, namun (inga) hendaklah mereka berangkat (ke masjid)
tanpa memakai parfum.” (Hasan Shahih: Shahih Abu Daud no 529).
Sebab
memang seharusnya ukhti menjadikan rumah-rumah sebagai tempat yang
lebih utama dalam menegakkan kewajiban mulia ini. Sebagaimana Rasulullah
shalallhu ‘alayhi wa sallam mewasiatkan kepada salah seorang wanita
yang bertanya kepada beliau, dari Ummu Humaid as-Saidiyah bahwa ia
pernah datang kepada Rasulullah seraya berkata: “Ya Rasulullah, sejatinya saya ingin shalat bersamamu.” Jawab beliau,
“Sungguh aku mengetahui bahwa engkau ingin sekali shalat bersamaku,
namun shalatmu dirumahmu lebih baik daripada shalatmu didalam kamarmu,
shalatmu didalam kamarmu lebih baik daripada shalatmu di kampungmu,
shalatmu dikampungmu lebih baik dari shalatmu di masjid kaummu, dan
shalatmu dimasjid kaummu lebih baik bagimu daripada shalatmu di
masjidku.” (Hasan dalam Fathur Rabbani oleh Abdurrahman Albanna V:198 No 1337 dan Shahih Ibnu Khuzaimah III: 95 No: 1689)
Begitu
pula bagi seoorang muslimah yang telah bersuami pun dibolehkan shalat
berjamaah dengan meminta izin kepada suaminya, dan hendaklah bila
kondisinya aman para suami mengizinkan istri-istri mereka untuk
menghadiri shalat berjamaah tersebut. Penjelasan ini ialah sebagaimana
dalam riwayat, “Apabila wanita (istri) salah seorang dari kalian meminta izin untuk ke masjid maka janganlah ia mencegahnya.”
(HR. Bukhari 2/347 dalam Fathul Bari, Muslim 442, dan Nasa’i 2/42) dan
juga dalam hadits, Salim bin Abdullah bin Umar menceritakan bahwasanya
Abdullah bin Umar radliyallahu ‘anhuma berkata : Aku mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Janganlah kalian melarang istri-istri kalian dari masjid bila mereka meminta izin untuk mendatanginya.” (HR. Bukhari dan Muslim 442 dan hadits yang disebutkan disini menurut lafadh Muslim).
Wanita Muslimah dan Shalatnya
Akan
tetapi bagi yang menginginkan shalat dirumah hendaklah wanita muslimah
melaksanakannya tepat pada waktunya. Seringkali masa kini kita
menemukan, karena memang tidak diwajibkannya berjamaah sebagaimana pria.
Kaum muslimah justru terlihat menyepelekan dan memudah-mudahkan urusan
shalat ini. Diantara mereka banyak yang menunda-nunda waktu shalat untuk
tidak dikerjakan tepat pada waktunya tanpa alasan yang tidak
disyariatkan. Alasan-alasan yang justru malah terlihat menggampangkan
apa-apa yang diperintahkan oleh Allah Ta’ala kepada seluruh hambaNya.
Sebagaimana Allah berfirman:
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya shalat itu merupakan kewajiban yang ditetapkan waktunya bagi kaum mukminin.” (An-Nisa`: 103) dan dalam firmannya yang lain yakni sebuah anjuran agar menepati shalat pada waktunya ialah
“Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam
dan dirikan pula shalat subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan
oleh malaikat.” (Al-Isra`: 78).
Sebuah
kondisi yang memang sangat memprihatinkan. Sebagian besar lebih hobi
untuk berlama-lama di depan televisi memantau jalannya sinetron yang
sayang bila dilewatkan satu episode atau bahkan satu adegan. Ada pula
yang justru lebih rutin menyambangi pusat perbelanjaan dan lebih
mengutamakan hal yang demikian dan lantas diantara mereka menjadikan
shalat tidak diurutan prioritas akan tetapi shalatnya dilaksanakan pada
ujung-ujung waktu saat shalat sebentar lagi habis waktunya. Dan setelah
diujung waktu, shalatnya tidak dilakukan dengan khusyuk, lebih
terburu-buru dan menjaga wudhu untuk mengejar shalat selanjutnya.
Sebuah
musibah yang sangat memprihatinkan pula, para muslimah yang seharusnya
tempat mereka dirumah, namun lebih memilih bekerja. Sedangkan ketika
bekerja adakalanya diantara mereka rapat dengan banyak pria merumuskan
dan memutuskan ini-itu, akan tetapi merasa tidak punya beban akan
shalatnya yang berada di ujung waktu. Mereka wanita muslimah lebih
terpaku pada beban pekerjaannya dan terlupa akan beban kewajibannya
sebagai hamba Allah. Sungguh mengenaskan, jika slogan-slogan bahwasanya
ibu madrasah pertama, dan wanita ialah tulang punggung bangsa, sangat
miris sekali bila apa yang disaksikan tidak sama dengan apa yang
dislogankan. Kosong tanpa arti dan memiliki duri yang dapat menyakiti.
Cacatlah bangsa ini jika sebagian besar wanita telah lari dari
menunaikan kewajiban shalat tepat pada waktunya sedangkan udzurnya tidak
syar’i. itulah mengapa seorang wanita dikatakan oleh Rasulullah
shalallahu ‘alayhi wa sallam dengan, “Sesungguhnya penduduk surga yang paling sedikit adalah wanita.” (HR. Muslim dan Ahmad)”
Tepat Waktulah Ukhti
Rasulullah shalallhu ‘Alayhi wa sallam bersabda soal waktu-waktu shalat, “Sesungguhnya
shalat itu memiliki awal dan akhir waktu. Awal waktu shalat zhuhur
adalah saat matahari tergelincir dan akhir waktunya adalah ketika masuk
waktu ashar. Awal waktu shalat ashar adalah ketika masuk waktunya dan
akhir waktunya saat matahari menguning. Awal waktu shalat maghrib adalah
ketika matahari tenggelam dan akhir waktunya ketika tenggelam ufuk.
Awal waktu shalat isya adalah saat ufuk tenggelam dan akhir waktunya
adalah pertengahan malam. Awal waktu shalat fajar adalah ketika terbit
fajar dan akhir waktunya saat matahari terbit.” (HR. At-Tirmidzi no. 151)
Maka
dengan ini, sebagai saudaramu mengajak agar marilah kita melaksanakan
shalat tepat pada waktunya jika tak ada udzur yang mendesak ataupun
sedang berhalangan bulanan ataupun nifas. Janganlah kelalaian-kelalaian
kita justru malah menjadikan kita sebagai insan-insan yang dzhalim di
sisi Allah Ta’ala. Kewajiban itu ialah harus dilaksanakan tepat waktu.
Bukankah kita muslimah lebih senang bila Allah mengabulkan doa kita pada
saat itu juga kita meminta? Bukankah pula kita sangat bahagia dan
senang saat uang bulanan diberikan oleh suami tepat pada waktunya?
Bukankah pula kita juga sangat senang bila orang tua memberikan uang
saku lebih cepat dari apa yang biasa kita terima biasanya dan melebihkan
jatahnya?
Lalu
mengapa kita tidak menjadikan diri kita untuk senang mensyukuri nikmat
Allah saat pergantian waktu-waktu shalat dengan melaksanakan tepat pada
waktunya? Bukankah Allah Maha Pemurah dan Pemberi apa yang kita minta
jika kita senantiasa takwa kepadanya dan bersegera mengerjakan
amalan-amalan yang dapat mendatangkan ridha-Nya.
Sungguh
menyepelekan shalat dengan menunda-nunda tanpa alasan syari ialah
sebuah kelalaian kita terhadap sang Maha Pemberi Nikmat atas hambanya.
Shalatlah tepat waktu, sebab banyak dalil umum yang memerintahkan
seorang muslim baik pria ataupun wanita untuk melaksanakannya tepat
waktu. Sebagaimana hadits Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam,
sebagaimana yang ditanyakan oleh Ibnu Mas’ud kepada Rasulullah, “Aku
pernah bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Amal apakah yang paling dicintai oleh Allah?” Beliau menjawab, “Shalat pada waktunya.” “Kemudian amalan apa?” tanya Ibnu Mas`ud. “Berbuat baik kepada kedua orangtua,” jawab beliau. “Kemudian amal apa?” tanya Ibnu Mas’ud lagi. “Jihad fi sabilillah,” jawab beliau. (HR. Al-Bukhari no. 527 dan Muslim no. 248)
Sebaliknya,
bila shalat telah disia-siakan untuk dikerjakan pada waktunya maka ini
merupakan musibah karena menyelisihi petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam. Terlebih lagi hingga melalaikan pada batas-batas shalat satu
ke shalat berikutnya atau akhir waktunya atau juga ujung waktunya.
Sebagaimana hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, seperti yang
dikisahkan Az-Zuhri rahimahullahu, ia berkata, “Aku masuk menemui Anas
bin Malik di Damaskus, saat itu ia sedang menangis. Aku pun bertanya, ‘Apa gerangan yang membuat anda menangis?’ Ia menjawab, ‘Aku
tidak mengetahui ada suatu amalan yang masih dikerjakan sekarang dari
amalan-amalan yang pernah aku dapatkan di masa Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam kecuali hanya shalat ini saja. Itupun shalat telah disia-siakan untuk ditunaikan (atau dikerjakan tepat) pada waktunya’.” (HR. Al-Bukhari no. 530).
Kembalilah
kepada jalan Rabbmu yang telah diperintahkan oleh Rasulullah shalallahu
‘alayhi wa sallam. Jika memang kita masih mencintai Allah dan Rasulnya
maka lakukanlah apa-apa yang diperintahkan untuk mengerjakan tepat pada
waktunya. Sesungguhnya ini (shalat tepat pada waktunya) bukankah
kebaikan bagi kita juga ukht? Bersegeralah kepada surga yang luasnya
seluas langit dan bumi, dan berlomba-lombalah untuk merengkuh kejayaan
dan kemuliaan sebagai wanita muslimah.
Wallahu ta’ala alam bi shawwab.
http://kholilahpunya.wordpress.com/2009/03/04/tepatlah-wahai-ukhti-sayang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar