Bismillahirrohmanirrohiim,
Suatu ketika, seorang santri putra bertanya pada Ustadznya: Ya Ustadz, Ceritakan Kepadaku Tentang Akhwat Sejati. Sang Ustadz pun tersenyum dan menjawab.
Akhwat Sejati bukanlah dilihat
dari sekedar jilbabnya yang lebar, tetapi dari bagaimana ia menjaga
pandangan mata (ghudhul bashar), sikap, akhlak, kehormatan dan kemurnian
islamnya. Akhwat sejati bukanlah dilihat dari kelembutan suaranya, tetapi dari
lantangnya ia mengatakan kebenaran di hadapan laki2 bukan mahramnya.
Akhwat sejati bukanlah dilihat dari banyaknya jumlah sahabat di
sekitarnya, tetapi dari sikap bersahabatnya dengan anak2nya, keluarga
dekatnya, para jama’ah, para tetangga dan orang2 di sekitarnya.
Akhwat sejati bukanlah dilihat dari bagaimana ia dihormati di tempat
ia bekerja tetapi bagaimana ia dihormati di dalam rumah tangganya.
Akhwat sejati bukanlah dilihat dari bagaimana ia pintar berhias dan
memasak masakan yang enak2, tapi bagaimana ia bisa faham dan mengerti
selera dan variasi makan suami dan anak2nya yang sebenarnya tidak rewel,
pintar mengatur cash flow finansial keluarga, mengerti bagaimana
berpenampilan menarik di hadapan suami dan selalu merasa cukup (qonaah)
dengan segala pemberian dari sang suami di saat lapang maupun di saat
sempit.
Akhwat sejati bukanlah dilihat dari wajahnya yang cantik, tetapi dari
bagaimana ia bermurah senyum dan sejuk jika dilihat di hadapan suaminya
dengan sepenuh hati tanpa dibuat2/dipaksakan.
Akhwat sejati bukanlah dilihat dari banyaknya ikhwan yang mencoba
berta’aruf kepadanya, tetapi dari komitmennya untuk mengatakan bahwa
sesungguhnya “Tidak ada kata “CINTA sebelum menikah.
Akhwat sejati bukanlah dilihat dari gelar sabuk hitam dalam olahraga
beladirinya, tetapi dari sabarnya ia menghadapi lika-liku kehidupan. Akhwat Sejati bukanlah dilihat dari sekedar banyaknya ia menghafal
Al-Quran, tetapi dari pemahaman ia atas apa yang ia baca/hafal untuk
kemudian ia amalkan dalam kehidupan sehari2.
….setelah itu, Si Murid kembali bertanya…
“Adakah Akhwat yang dapat memenuhi kriteria seperti itu, Ya Ustadz ?”
Sang Ustadz kembali tersenyum dan berkata: “Akhwat seperti itu ada, tapi langka.
Sekalipun ada, biasanya ia memiliki karakter khas antara lain; Sangat
mencintai Allah dan RasulNya melebihi apapun, tidak lepas dari dunia
da’wah (minimal di lingkungan sekitar tempat tinggalnya), hidup
berjamaah tapi tidak dikenal ‘ashobiyah, tidak ingin dikenal-kecuali
diminta/didesak oleh jama’ah (masyarakat), dari keturunan orang2 yang
shalih/shalihat, berasal dari lingkungan yang sangat terpelihara, punya
amalan ibadah harian, mingguan dan bulanan di atas rata2 orang
kebanyakan, hidupnya sederhana namun tetap menarik dan bermanfaat buat
orang lain, dikenal sebagai tetangga yang baik hati, sangat berbakti
terhadap orang tua, sangat hormat kepada yang lebih tua dan sangat
sayang terhadap yang lebih muda, sangat disiplin dengan sholat fardunya,
rajin shaum sunnah dan qiyamullail & atau bisa jadi amalan ibadah
terbaiknya disembunyikan dari mata orang2 yang mengenalnya, rajin
memperbaiki istighfarnya (taubatan nashuha), rajin mendoakan saudara2nya
terutama yang sedang dalam keadaan kesulitan atau sedang terdzolimi
secara terang2an/tersembunyi, rajin bersilaturahim, rajin menuntut
ilmu-mengaji- (terutama yang syar’i)/minimal rajin hadir di majlis ilmu
dan mendengarkannya, senantiasa menambah/memperbaiki ilmunya dan
menyampaikan semua ilmu yang ia ketahui setelah terlebih dahulu ia
mengamalkannya, rajin membaca/menghafal alqur’an atau hadits dan buku2
yang bermanfaat, pintar/kuat hafalannya, sangat selektif soal
makanan/minuman yang ia konsumsi, sangat perhatian terhadap kebersihan
dan sangat disiplin sekali soal thaharah, sangat terjaga dari soal2
ikhtilat apalagi berkhalwat, jauh dari gosip-menggosip, lisan dan semua
perbuatannya senantiasa terjaga dari hal2 yang sia2, zuhud, istiqomah,
tegar, tidak takut/bersedih hati hingga berlarut2 melainkan sebentar
(wajar), pandai menghibur dan pandai menutupi aib/kekurangan dirinya dan
orang2 yang ia kenal, mudah memaafkan kesalahan/kekeliruan orang lain
tanpa diminta dan tanpa dendam, ringan tangan untuk membantu sesama,
mudah berinfak (bershadaqah), ikhlas, jauh dari riya, ujub, muhabahat,
takabur dan tidak emosional, cukup sensitif tapi tidak terlalu sensitif
(tidak mudah tersinggung), selalu berbuat ihsan dan muraqobatullah
(selalu merasa dekat dan selalu merasa diawasi oleh Allah SWT baik di
saat ramai maupun di saat sendirian), selalu berhusnudzon kepada setiap
orang, benar2 berkarakter jujur (shiddiiq), amanah dan selalu
menyampaikan yang haq dengan caranya yang terbaik (tabligh), pantang
mengeluh/berkeluh kesah, sangat dewasa dalam menyikapi problematika
kehidupan, mandiri, selalu optimis, terlihat selalu gembira dan
menentramkan, hari2nya tidak lepas dari perhitungan (muhasabah) bahwa
hari ini selalu ia usahakan lebih baik daripada kemarin dan hari esok
lebih baik dari hari ini, dan senantiasa pandai bersyukur atas segala
ni’mat (takdir baik) serta senantiasa sabar dalam menghadapi ujian dan
cobaan (takdir buruk) dalam segala keadaan. Kapan pun dan di manapun..
Si Murid rupa2nya masih penasaran, dan bertanya kembali kepada Sang
Ustadz. “Ya Ustadz, adakah cara yang paling mudah untuk mendapatkannya?
atau minimal bisa mendapatkan seorang Akhwat yang mendekati profil
Akhwat Sejati??
Sang Ustadz pun dengan bijak segera menjawabnya: “Ada, jika antum
ingin mendapatkan Akhwat Sejati nan benar2 Shalihat sebagai teman hidup
maka SHALIHKAN DAHULU DIRI ANTUM…!! karena InsyaAllah Akhwat yang shalihat adalah pada dasarnya juga untuk Ikhwan yang shalih.
Sumber asli : http://zensudarno.wordpress.com/2007/07/03/profil-seorang-akhwat-sejati-2/
NB. Tulisan ini mengingatkan saya dan semuanya untuk tetap hamasah dijalan Allah. Lets learn to be a true muslimah ^^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar